Senin, 06 April 2015

Bercinta Dengan Mantan Pacarku

Cerita dewasa kali ini tentang pertama kali Hesti melakukan hubungan intim dengan lelaki lain selain suaminya. Dia melakukan hubungan itu bersama mantan pacarnya saat SMA. Tentu jangan sampai melewatkan cerita dewasa perselingkuhan istri ini. Sebab akan sangat sayang sekali, karena kami mempostingnya hanya untuk Anda pembaca setia. Selamat membaca dan bergairah.

Bercinta Dengan Mantan Pacarku



Ada banyak hal yang membuat wanita bahagia. Salah satunya adalah saat diberikan waktu untuk berbelanja sepuasnya. Seperti diriku saat ini yang sudah puas membeli kebutuhan-kebutuhan untukku.

Aku begitu amat menyayangi Mas Imron, suamiku, sebab dia selalu bisa menuruti kemauanku. Dia juga tidak terlalu peduli padaku yang gemar berbelanja. Katanya itu sudah menjadi kodrat seorang wanita. Yang terpenting, baginya, aku selalu ada untuknya. Dan, tentu saja aku akan selalu ada untuk Mas Imronku tercinta. Kapan pun dan di mana pun.

“Pak, sebentar lagi aku turun. Sekarang aku masih mencari kado untuk temanku.” Aku menelpon supirku yang sedang menungguku.

Saat berjalan ke toko yang menjual pernak-pernik untuk kado, tiba-tiba ada seseorang yang menyapaku.
“Hesti, ya?”

Aku menoleh, memadang orang tersebut. “Iya. Maaf, siapa ya?”

Orang itu tersenyum padaku. “Aku Robi. Teman SMA-mu.”


Ternyata orang itu adalah Robi Wijaya teman SMA-ku dulu. Sudah lama kami tak bertemu dan membuatku sedikit lupa pada wajahnya. Selanjutnya, kami mengobrol dan dia mengajakku untuk makan sebentar. Awalnya aku menolak, tetapi dia malah memaksaku dan aku pun menyutujuinya.

“Kau sudah menikah?” tanya Robi.

“Sudah punya 1 anak. Kalau kamu?”

“Anakku sudah 2. Yang bungsu baru lahir dua minggu yang lalu.” Aku hanya mengangguk mendengar ucapannya.

“Sudah lama ya kita tidak bertemu. Bahkan, kamu sampai lupa padaku.”

“Iya. Sudah lama sekali.”

“Padahal, kamu adalah mantanku.” ucap Robi sembari tergelak.

Sebagai informasi, Robi adalah mantan pacarku saat SMA dulu. Dulunya dia menjadi rebutan para wanita di sekolah gara-gara wajah tampannya. Memang tak bisa dipungkiri wajah Robi sangat tampan dan ditunjang dengan postur tubuh yang tegap dan besar. Bahkan, sampai saat ini wajahnya sama sekali tak berubah. Dia tetap tampan sama seperti terakhir kita putus.

Kami banyak bercerita. Kebanyakan tentang kenangan-kenangan masa di putih abu-abu kami. Dari cerita kami, aku tahu bahwa pekerjaannya saat ini adalah seorang tentara. Sesekali juga Robi menyinggung masa pacaran kami, termasuk saat aku dan dia berduaan di kamarnya ketika tidak ada orang di rumahnya.

Aku masih ingat betul saat itu. Dia mengajakku ke rumahnya. Saat tiba di sana, aku bertanya kenapa sepi sekali dan Robi menjawab orang tuanya pergi ke rumah saudaranya. Tiba-tiba Robi menarik tanganku dan membawaku ke kamarnya. Sampai di dalam, Robi membuka kemeja dan kaos dalamnya hingga ia bertelanjang dada.

“Mau apa kamu, Bi?” tanyaku heran.

Dia tidak menjawab pertanyaanku. Tetapi, dia malah mendekatiku dan duduk bersamaku di tempat tidur. Duduknya sangat dekat denganku. Tiba-tiba tangannya menyentuh pahaku dan mengelusnya pelan. Aku hanya diam saja. Kemudian, bibirnya mendekat ke bibirku.

Awalnya aku hanya diam saja saat Robi melakukan aksinya itu. Tetapi, lama kelamaan aku mulai mendesah dan mengikuti permainan Robi. Apalagi tangannya mulai masuk ke dalam rok abu-abuku. Tangan kirinya juga mulai membuka satu per satu kancing kemeja. Dan tak beberapa lama terbukalah semua kancingnya. Payudaraku yang dibungkus BH pun sudah terlihat. Tangan Robi mulai menyentuhnya. Dia singkapkan BH-ku dan tangannya langsung meremasnya. Sementara itu tangan kanannya sudah mengusap-usap permukaan vaginaku yang sudah basah.
 
sumber: akatsuki-ners.blogspot.com

Kemudian, Robi merebahkanku di tempat tidur dan sebelumnya dia sudah melepas kemeja beserta BH-ku. Saat aku sudah berbaring, payudaraku mencuat menantang Robi untuk melahapnya. Robi tak menyia-nyiakan waktu. Dia langsung menindih dan mulutnya melahap payudaraku. Secara bergantian dia menikmati payudara besarku. Tangannya juga tidak tinggal diam meremasnya sesekali. Bahkan, terkadang Robi menggigit puting susuku yang membuat aku menggelinjang keenakan. Kurasakan juga ada sesuatu yang keras menempel di bagian perutku. Aku menduga itu adalah kemaluan Robi yang sudah tegang.

Robi menghentikan lumatannya di payudaraku. Dia berdiri dan tangannya memegang ujung rok abu-abuku. Dia menaikkannya dan aku memberinya bantuan dengan sedikit mengangkat pantaku. Tangan Robi kembali mengusap-usap vaginaku. Kemudian dia menyibakkan CD-ku dan tangannya langsung memainkan klitorisku. Aku menggelinjang saat Robi melakukan hal itu. Karena tak tahan, mungkin, Robi kini menurunkan CD-ku. Terpampanglah sudah kemaluanku yang ditumbuhi bulu hitam lebat. Aku memajamkan mataku karena malu harus memperlihatkan yang seharusnya tak boleh kuperlihatkan padanya.

Saat aku membuka mata, kulihat Robi hendak menurunkan celana dalamnya. Tak beberapa lama, akhirnya aku melihat penis laki-laki untuk pertama kali. Sebelumnya aku tak pernah melihat penis baik secara langsung maupun tidak langsung, jadi saat itu aku tidak tahu apakah penis Robi termasuk besar atau tidak. Tetapi, saat ini aku sudah tahu bahwa penis Robi termasuk memiliki ukuran yang cukup besar untuk anak SMA saat itu.

Kulihat penisnya tegak ke depan dan agak sedikit mendongak. Robi memegangnya dan mengarahkannya ke vaginku. Dia mengusap-usapkannya di bibir vaginaku. Aku hanya mendesah pelan mendapat perlakuan seperti itu.

“Ah...ah...ah...” Kurasakan Robi masih terus mengusap-usapkannya. Tiba-tiba....

“Jangan, Rob.” kataku saat kurasakan Robi mulai menusukkannya. “Aku belum siap...”

***
“Kapan-kapan kita ketemu lagi,” kata Robi sambil beranjak dari kursi. “Aku masih lama berada di kota ini.”

“Baiklah.” jawabku. Aku pun pergi dan segera turun menuju mobilku.

Aku sunggh tidak menyangka akan bertemu dengan Robi, mantan pacarku. Meskipun hanya mantar pacar saat SMA, tapi dialah laki-laki yang pertama kali melihat tubuhku. Walaupun aku masih bisa menjaga keperawananku saat itu. Jujur, aku jadi teringat kembali akan masa-masa itu. Andai saja aku tak mencegahnya menanamkan penisnya di vaginaku, mungkin aku tak akan bersama mas Imron saat ini.

Hubungangku dengan Robi tak berlangsung lama. Setelah kejadian di kamarnya, aku memilih memutuskannya. Entah kenapa aku melakukan hal itu. Hanya saja aku berpikir bahwa jika diteruskan Robi akan bertindak semakin jauh. Robi pun menerima keputusanku dan memilih merahasiakan kejadian bersamaku.

***
Suatu pagi, saat suami dan anakku sama-sama berangkat, Robi menelponku dan memintaku menemuinya di sebuah restoran. Entah kenapa aku setuju pada permintaannya. Aku memang tidak berpikir macam-macam saat itu. Aku hanya ingin bertemu dengan teman lama. Itu saja.

Aku tiba di restoran yang dia janjikan. Kulihat Robi sudah duduk sendiri di pojok ruangan. Dia melambaikan tangan ke arahku.

“Maaf sudah lama menunggu.” kataku.

“Ah, tidak masalah.”

Dia menawariku minuman, aku menjawab terserah dirinya saja. Setelah itu kami kembali berbincang-bincang.

“Aku tidak mengganggu waktumu, kan?” tanya Robi.

“Oh, tidak. Sama sekali tidak.” Dia hanya mengagguk pelan.

Entah apa yang terjadi tiba-tiba kami sama-sama dibungkan kebekuan. Aku dan dia sama-sama terdiam. Aku juga menjadi malu untuk mengajaknya bicara. Ada sesuatu yang berdesir halus di dalam hatiku. Aku juga tidak mengerti.

Tetapi, tiba-tiba Robi membuka pembicaraan yang membuatku sedikit terkejut. “Aku kangen kamu, Hes.”

Aku tersentak mendengar ucapannya. Apa maksudnya, aku tidak mengerti. “Maksudmu?”

Tanpa diduga, tangannya menggenggam tanganku. Aku hanya diam saja dan membiarkannya mengelus-elusnya. Dia menatap dan tersenyum kepadaku.

“Ada apa?” tanyaku lagi tak mengerti.

“Aku ingin mengulang apa yang belum kita selesaikan dulu.”

Sungguh aku tidak percaya dengan ucapannya. Aku seketika terdiam. Entah apa yang harus kujawab. Memang seharusnya aku menolaknya. Tetapi, tanpa bisa kubohongi, aku malah ingin menyetujui ucapannya itu. Sebelum aku menjawab, Robi membawaku pergi dari restoran itu.

***
Kami tiba di sebuah rumah yang lumayan besar. Saat kutanya rumah siapa, Robi menjawab bahwa rumah tersebut adalah milik temannya. Kami masuk ke dalam rumah dan kami disambut oleh seorang lelaki yang kuduga juga seprofesi dengan Robi. Dia hanya tersenyum pada Robi. Mungkin dia mengerti apa yang akan dilakukan Robi saat itu.

Robi membawaku memasuki sebuah kamar, kemudian dia menutup pintunya. Aku duduk di tempat tidur.
“Robi, aku belum menyutujui kata-katamu.” ucapku.

“Benar,” jawab Robi. Dia melangkah mendekatiku. “Tapi, ketika kamu hanya diam saat kubawa kemari, kurasa itu cukup untuk menjadi jawaban kamu.”

Aku tak bisa menjawab kata-katanya lagi. Robi meraih tanganku dan mengecupnya sekali. Jujur, aku terbuai dengan perlakuannya itu. Kemudian, dia juga membelai wajahku dan menyingkap rambutku.

“Kamu masih tetap cantik, Hes.” ucapnya padaku. Dia mendekatkan wajahnya untuk mendaratkan ciuman di bibirku. Tetapi, aku mengelak darinya. Kemudian, dengan sebuah tatapan, seolah-olah ingin meyakinkanku, akhirnya dia bisa melumat bibirku. Aku pun membalas lumatannya.


Bibir kami saling berpagutan cukup lama. Dan entah sejak kapan tangan Robi sudah menyelinap masuk ke balik blouse-ku. Dia mulai meremas-remas payudaraku. Dan seperti mendapat sebuah aba-aba, tanganku meraba selangkangan Robi. Di sana, kurasakan kemaluannya sudah mengeras.

Robi mengangkat bajuku untuk dilepas. Sejenak dia memandang ke arah payudaraku. Kemudian tangannya kembali meremas setelah menyibak BH-ku. Dia mulai melumat kedua puting susuku secara bergantian. Sesekali dihisapnya dalam-dalam dan membuat aku mendesah penuh kenikmatan. Sesekali juga dia menghisap bagian-bagian sekitaran putingku untuk menyisakan bekas kemerahan di sana. Aku hanya diam saat Robi melakukan itu. Padahal hal tersebut bisa saja diketahui oleh suamiku.

Setelah dia melepas penutup payudaraku, aku dibaringkannya dan dia memposisikan dirinya di atas. Kini aku sudah setengah telanjang di depan laki-laki selain suamiku. Dia menindihku. Bibirnya kembali melumat bibirku. Lagi-lagi kami saling berpagutan. Sementara tangannya terus memainkan payudaraku. Tak beberapa lama, ciumannya turun ke payudaraku. Di sana Robi memuaskan diri untuk menghisap puting susuku, seperti seorang bayi yang menyusu pada ibunya. Dia dengan lahapnya menyedot-nyedot tempat keluarnya air susu itu.

Setelah puas dengan payudaraku, dia menurunkan ciuamnnya terus ke bawah. Saat mengetahui aku belum melepas rokku, dengan sigap dia membukanya. Aku pun mengangkat pantatku untuk memudahkannya melepas rokku. Dia masih menyisakan celana dalam yang kukenakan. Aku yakin Robi sudah tahu bahwa sejak tadi vaginaku telah basah.

Dia merentangkan kedua pahaku. Kemudian tangannya dengan lembut mengusap-usap bagian vaginaku yang sudah basah. Aku mendesah kenikmatan. Tanpa kusadari aku meliuk-liukkan bagian bawah tubuhku ketika tangan Robi makin liar bergerak di selangkanganku. Dia terus mengusap-usapnya. Setelah agak lama, dia menurunkan celana dalamku. Dan dengan hitungan detik, aku pun telanjang bulat di depan Robi mantan pacarku. Meskipun dulu aku pernah melakukannya, namun itu sebelum aku memiliki suami.

“Ternyata jembutmu tak selebat dulu, sayang.” kata Adi sambil berjongkok.

Kedua pahaku kembali dibukanya lebar-lebar. Mulutnya segera melahap vaginaku. Robi langsung memainkan lidahnya di bagian klitorisku. Aku pun tak tahan untuk tidak mendesah.

“Ohh..Robi...ya...enakk..oh...” Aku sudah tidak peduli dengan desahanku. Lagipula tak ada orang lain yang kukenal di rumah itu. Aku pun dengan bebas mengekspresikan kenikmatan yang kurasakan.


Lidah Robi disapukan ke seluruh bagian vaginaku. Kadang dimainkan di bagian lubangnya. Aku makin mendesah tak keruan. Sesekali aku meracau. Robi mulai menyedot-nyedot vaginaku. Sungguh tak bisa kubayangkan bagaimana rasanya. Aku hanya bisa memejamkan mataku untuk menikmati sensasi itu. Dia terus menerus melakukannya hingga membuatku makin tidak tahan. Aku merasa akan segera sampai pada titik klimaksku. Sesuatu sepertinya akan segera keluar dari dalam vaginaku.

“Rob...oh...aku...oh...” Aku melenguh panjang. Akhirnya aku orgasme untuk pertama kalinya dengan laki-laki lain.

Setelah cukup puas dengan vaginaku, Robi berdiri lalu kemudian melepas bajunya hingga dia telah bertelanjang bulat. Dalam keadaan masih sedikit kelelahan, aku tetap bisa melihat bagaimana bentuk tubuhnya yang mampu mengundang birahi wanita. Apalagi bagian di selangkangannya yang ditumbuhi bulu hitam lebat. Sungguh jauh lebih besar bila dibandingkan dengan milik Mas Imran. Rasanya aku ingin segera dimasuki oleh penis itu.

***
Setelah selesai memakai baju masing-masing, aku pamit pada Robi untuk pulang. Dia berencana untuk mengantarku. Tetapi aku menolaknya, sebab takut ada orang yang curiga pada kami. Aku pun pulang sendiri menaiki taksi.

Sampai di rumah, aku kembali mengingat-ingat bagaimana aku begitu menikmati percintaan dengan Robi. Ketika aku meraih orgasmeku bersamanya dan saat spermanya disemprotkan dalam rahimku. Aku bisa merasakan penisnya berkedut-kedut di dalam vaginaku.

Setelah dia membiarkanku beristirahat gara-gara orgasme yang disebabkan oral seksnya di vaginaku tadi, dia langsung memulai permainannya lagi. Penisnya yang sudah mengeras langsung dia arahkan ke vaginaku. Tanpa diminta aku langsung membuka pahaku sendiri. Robi tidak langsung memasukkannya. Dia mengusapkan terlebih dahulu ujung penisnya ke bibir vaginaku.

“Oh...Rob...oh...” Hal itu membuat aku mendesah. Cukup lama Robi melakukan hal itu hingga membuat aku tidak tahan. “Cepet...Rob...aku...oh...”

Mendengar pintaku, Robi pun melakukan percobaan penusukan pada vaginaku. Dia mendorong pelan penisnya. Agak susah untuk masuk lantaran ukurannya yang besar. Namun, tentu saja hal itu tidak membuat seorang laki-laki menyerah. Dia akan terus berusaha karena tahu semua wanita pasti suka penis yang besar.

Setelah dengan sedikit dorongan yang lebih keras, penis Robi pun mulai masuk ke dalam vaginaku. Aku melenguh nikmat saat ujungnya menembus bibir vaginaku. Robi terus melakukan gerakan mendorong penisnya agar bisa masuk seluruhnya ke dalam vaginaku. Dan setelah melakukan usaha yang cukup lama, akhirnya semua batang penisnya ambles di vaginaku. Aku merasakan sesak sekali.


“Oh...Hes...ohh...” Robi mulai memaju-mundurkan pantatnya. Aku pun mulai turut mendesah. Selalu ada perbedaan kenikmatan yang diperoleh dari ukuran penis. Tentu saja ukuran penis milik Robi memberikan nikmat yang lebih yang tak kudapat dari suamiku.

“Rob...enakk...”

“Oh...Hess...oh...”

Kami berdua sama-sama tenggelam dalam telaga kenikmatan yang tiada tara. Tak ada kecanggungan lagi pada kami. Hal ini benar-benar menuntaskan apa yang dulu sempat kutolak. Kalau saja aku tahu begini nikmatnya, mungkin sudah dulu aku merasakan nikmatnya penis Robi.

Gerakan Robi mulai agak cepat. Aku juga mulai gerakan untuk mengimbanginya sambil terus melakukan desahan-desahan erotik. Karena melihat payudaraku menganggur, tangan Robi mulai meremasnya. Tak hanya itu dia juga mulai melahapnya kembali. Lagi-lagi dia menyisakan bekas merah di sana. Dan aku tetap tak peduli dengan hal itu. Yang kurasakan hanyalah kenikmatan tiada tara di vaginaku yang mengalir ke seluruh tubuhku. Penis Robi benar-benar membuat vaginaku terasa berantakan. Vaginaku terasa penuh.

Dia semakin cepat melakukan genjotannya. Aku pun makin tak karuan meracau, mengeluarkan kata-kata kotor. Aku merasa sebentar lagi akan orgasme.

“Cepett...Rob...cepett...” Aku meminta Robi mempercepat genjotannya. Dan tak beberapa lama, aku kembali meraih orgasmeku yang kedua. Vaginaku terasa berdenyut-denyut.

Sementara itu Robi belum menghentikan gerakannya, malahan dia semakin cepat dari sebelumnya.

“Hes...aku...di da...” Dan, crot...crot...crott...! Spermanya tumpah di dalam vaginaku. Penisnya berdenyut-denyut beberapa kali. Semprotannya kurasakan lebih dari lima kali. Aku menduga pasti banyak sperma yang disiramkan.

Tanpa diduga tanganku sudah berada di vaginaku saat mengingat hal itu. Celana dalamku sudah basah. Dan, aku pun menuntaskan masturbasiku sambil terus mengingat nikmatnya bercinta dengan Robi.

Satu pekan setelah kejadian itu, Robi pamit padaku untuk kembali ke kotanya. Tentu aku sangat sedih. Namun, sehari sebelum dia pergi kami masih sempat berhubungan intim. Dan parahnya kulakukan itu di rumahku sendiri saat tak ada siapa-siapa. Aku bisa kembali meriah kepuasan dari Robi. Termasuk juga bisa menelan sperma laki-laki untuk pertama kalinya saat Robi mengeluarkannya dalam mulutku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar